Teks dan Foto Riri Prabandari
Arsitek muda kelahiran Desa Tenganan membagi pengalaman dan pandangannya tentang pengaruh Dewa Perang pada penataan desa.
I Putu Wiadnyana hadir sebagai penyaji (presenter) di hadapan sekitar 30 audiens Architect Under Big 3. Diskusi bulanan ini diadakan di kebun Danes Art Veranda, Jumat malam kemarin. Putu mengenalkan audiens pada tanah kelahirannya. Dia menyajikan film dokumenter mengenai Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Film ini dibuat TVRI Nasional untuk program acara Suku-suku.
Pada bagian pertama cerita, Place and People, Putu bercerita mengenai Desa Tenganan secara umum; lokasi dan sejarah Desa Tenganan. Putu menceritakan sistem sosial Tenganan, salah satunya bahwa warga desa setempat diharapkan melakukan pernikahan indogami, ritual dan upacara khas Desa Tenganan. Misalnya, Maling-malingan dan Perang Pandan yang tersohor. Putu juga menceritakan bagaimana pariwisata berdampak pada Desa Tenganan.
Cerita tentang kain Geringsing yang cantik menandai dimulainya bagian kedua, Art and Architecture. Putu berkisah, kain Geringsing Tenganan merupakan kain dobel ikat di mana sistem pembuatannya hanya ada dua di dunia, yaitu di Desa Tenganan dan di India. Motifnya yang unik merupakan representasi dari alam semesta. Putu menunjukkan beberapa slide gambar alat musik khas Tenganan, Selonding. Tidak semua orang diperbolehkan memainkan alat musik ini. Diperlukan proses bagi orang yang ingin memainkannya.
Menurut Putu Desa Tenganan memiliki pola yang linear dari utara ke selatan. Penataannya bertumpu pada konsep mandala Dandaka Mandala, konsep kosmologi alam semesta. Sebagai pemuja Dewa indra (Dewa Perang), Desa Tenganan ditata seolah-olah seperti benteng (barak tentara). Masyarakat Desa Tenganan diumpamakan tentara bagi Dewa Indra. Benteng di sini tidaklah berwujud fisik seperti tembok, melainkan berupa kondisi alam, yaitu bukit dan aliran sungai.
Menuju lingkup lebih kecil, alumnus Universitas Gajah Mada angkatan 2001 ini menjelaskan mengenai pola rumah di Tenganan. Sesama rumah letaknya berhadapan membentuk ruang kosong di tengahnya. Ada ruang publik dan sakral. Hal ini mempermudah infrastruktur desa.
Pada sistem drainasenya, semua air kotor dialirkan ke arah belakang. Akibatnya ruang publik maupun sakral akan tetap sesuai konsepnya, bersih dan sakral. Rumah-rumah di Tenganan berbentuk seragam, dari utara ke selatan. Pola ini membentuk sifat masyarakat lebih mementingkan kebersamaan daripada perorangan (individual).
The Architect and Community merupakan bagian akhir ceritanya. Pemuda kelahiran Desa Tenganan, 29 Desember 1982 ini menceritakan kiprahnya sebagai arsitek dalam beberapa proyek di masyarakat Tenganan.
Tenganan Microhydro Power Plant merupakan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam melalui sumber energi terbaru. Dalam proyek yang didanai UNDP ini Putu terlibat desain proses maupun konstruksi penyusunan rumah pembangkit listrik dan fasilitas produksi beras. Selain itu, Putu terlibat dalam pengelolaan operasi produksi melalui kerjasama bisnis berbasis masyarakat. Dia sebagai manajer lapangan. Proyek ini menghasilkan “Green Rice”, beras dihasilkan dari pemanfaatan energi baru dengan biaya produksi murah.
Proyek selanjutnya Tenganan Water Supply Project. Tujuan proyek ini memperbaiki seluruh teknis dan sosial aspek alokasi kuantitas air, penilaian kualitas air dan kapasitas bangunan masyarakat setempat. Secara umum, Putu yang pernah bekerja di Popo Danes Architect ini bertanggung jawab sebagai manajer proyek lokal. Tugasnya mengoordinir dan mengelola seluruh program di tingkat lokal. Selain itu, Putu juga mengerjakan desain dan persiapan konstruksi.
Menurut Putu, pencapaian terbesar proyek ini ditandai dengan kolaborasi masyarakat dalam memberikan sistem infrasuktur air baru bagi warga yang sebelumnya tidak memiliki akses air bersih. Menurutnya, sudah dua tahun sejak proyek ini dilaksanakan, distribusi air tidak pernah putus. Tujuan jangka panjang proyek ini menyediakan sistem organisasi air sumur dengan pengelolaan yang melibatkan masyarakat.
Selain mengerjakan proyek besar untuk keberlangsungan desanya, Putu juga mengerjakan proyek rumah tinggal di Tenganan. Dia tetap mengindahkan pakem-pakem di Tenganan.
Usai presentasi apik Putu, audiens dipersilakan bertanya.
Desa Tenganan memiliki aturan infrastruktur tersendiri. Kekhasan Tenganan ini memancing audiens untuk bertanya sejauh mana batasan-batasan renovasi rumah tinggal di Tenganan. Menurut Putu, renovasi rumah tinggal di Tenganan dilakukan tanpa lepas dari keberlangsungan upacara-upacara yang akan dilakukan pemiliknya. “Ini peraturan tidak tertulis yang sebaiknya diindahkan,” kata Putu.
Salah satu audiens, Fitorio Bowo Leksono, memberi masukan tentang kain dengan sistem double ikat yang menurut Putu hanya ada dua di dunia. Menurut Fitorio di Okinawa, Jepang juga terdapat kain yang dibuat dengan sistem double ikat secara turun-temurun.
Salah satu presenter Architects Under Big 3 #6, Andika Priya Utama, menanyakan pandangan Putu yang sudah pernah melihat daerah daerah maju di luar Desa Tenganan. “Apakah pengalaman itu menimbulkan pemikiran-pemikiran bagi perkembangan Desa Tenganan?” tanya Andika.
Putu mengakui, banyak hal perlu diperbaiki, khususnya konsep dan filosofi yang mulai bergeser. Putu memberi contoh persepsi warga Desa Tenganan terhadap periwisata. Dampak nyatanya adalah pergeseran pola pikir warga Tenganan yang cenderung menjual demi kepentingan materi daripada mendalami makna dari upacara.
Nampaknya alam memiliki waktunya sendiri. Ketika interaksi Putu dengan audiens dirasa cukup, hujan mulai turun membasahi kami semua.
Putu, pemuda asli Tenganan Pageringsingan hari ini telah memberi pelajaran pada kita untuk membangun tanah kelahirannya dengan tetap berpegang pada kearifan lokal. [b]
Tulisan diambil dari blog AUB3.
arsitektur, i like this..
salam knal bli..
majukan bali lewat infrastruktur yg berbasis kearifan local..
wah memarik sekali saya bangga pada desa tenganan tolong tetap dilestarikan awig-awig dan warisan dari leluhur jngn mau di perbudak oleh modernisasi sehingga menjadi budaknya materi dan menjadi serakah membabat habis lahan dan mendirikan beton2 jng sampai bali berubah menjadi surganya beton,,,nanti bali tidak metaksu lagi dan ditinggal wisatawan.Jaya Bali ku selalu..