Mari belajar dan bercermin dari Pemilu di Amerika.
Di Amerika Serikat, anggota partai ikut menentukan calon pejabat publik dari partai bersangkutan. Ada istilah konvensi untuk memilih calon presiden. Anggota partai yang paling gembel pun punya peran menentukan masa depan partai.
Ada kejelasan manfaat menjadi anggota partai di Amerika Serikat. Mereka punya andil dalam partainya.
Kalau di Indonesia, apakah anggota partai yang memiliki kartu tanda anggota (KTA) punya andil dalam menentukan calon legislator, calon bupati, gubernur? Tidak.
Keputusan ditentukan oleh elite partai. Lalu pertanyaannya apa guna dan manfaatnya menjadi anggota partai biasa (massa partai)? Anggota partai biasa adalah anggota partai yang menjadi anggota karena simpati dan sejalan bukan anggota partai karier yang memang bersiap untuk menjadi pejabat publik.
Dugaan saya, jangan-jangan massa partai itu tidak ada. Jangan-jangan yang ada hanya sekumpulan tokoh yang punya orang-orang di sekelilingnya yang kehidupannya tergantung dengan tokoh itu.
Jangan-jangan yang dimaksud anggota partai itu adalah orang-orang dekat politisi yang ketika politisi itu jadi pejabat ia sudah siap-siap menitip keluarganya jadi pegawai negeri sipil (PNS), pegawai kontrak, masuk sekolah favorit, ingin mendapat bantuan sosial (bansos), atau mendapat kemudahan-kemudahan lainnya?
Mereka semacam gerombolan penanti kembang gula dari pentas politik. Jika ada politisi yang sukses menjadi pejabat, betapa ramainya orang-orang mendekat. Apakah ini massa partai?
Ada banyak bukti mencolok yang mempertanyakan keberadaan massa partai ini. Yang paling gampang adalah gerakan penolakan reklamasi yang sangat masif itu. Di mana andil massa partai? Ke mana mereka? Mereka ada atau tidak?
Jika mereka adalah massa partai dalam arti punya visi dan sejalan dengan ideologi partai, maka di saat ada peristiwa besar yang menentukan nasib begitu banyak orang, saat itulah ideologi dan identitas bicara dengan terbuka dan telanjang. Menunjukkan diri apakah aliran kiri, kanan, atau tengah. Baik yang kontra atapun pro reklamasi.
Orang-orang partailah yang semestinya unjuk sikap, karena mereka ideologis. Punya cara pandang terhadap dunia dan bagaimana dunia ini ingin diarahkan.
Mengulang pertanyaan, apakah massa partai itu ada? Jika tidak ada untuk apa ada partai politik? Jika dalam pilkada, setiap partai juga diwajibkan mengumpulkan KTP seperti calon independen, apakah partai bisa melakukannya dengan lebih baik? Mengumpulkan KTP lebih banyak?
Jika mereka tidak mampu melakukannya, ini adalah persoalan serius bagi kepartaian di Indonesia. Mereka tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai jembatan antara publik dan negara. Yang mereka telah lakukan menciptakan ruang khusus perburuan kekuasaan yang hanya diikuti oleh mereka.
Pemilu Legislatif dan Pilpres hanya bisa dikuti oleh parpol. Kalaupun ada calon independen dalam pilkada, syaratnya semakin diperberat. Diperberat oleh parpol sendiri melalui wakil-wakilnya di DPR yang membuat UU. [b]