Oleh Susi Andrini
Sedari kecil saya selalu takjub melihat orang hamil. Membayangkan bagaimana dari sebuah ovum dibuahi pada saat ovulasi, menjadi embrio dan membentuk makhluk mungil menggeliat liat. Lalu bagaimanakah seorang saya bisa keluar dari perut ibu? Kata ibu; Jangan main-main dengan vaginamu!
Menurut saya, hamil itu cantik dan sexy. Tapi saya takut hamil. Membayangkan makhluk asing menggerogoti tubuh saya, menghisap darah, mengunyah cairan makanan lewat placenta dan pembuluh darah, lalu meninggalkan ampasnya. Di sanalah makhluk asing bernama embrio itu bertahan dan melangsungkan kehidupan awalnya. Ada kehidupan lain di dalam tubuh. Dan saya harus berbagi karenanya.
Namun, saat setahun setelah menikah tak kunjung juga hamil, saya jadi dag dig dug. Apakah ada masalah pada ovum (sel telur) saya? Ataukah karena menstruasi saya yang tidak teratur? Kata dokter, rahim saya terbalik sehingga sulit untuk hamil. Apalagi jadwal menstruasi yang tidak tetap itu. Kadang dua bulan sekali, kadang tiga bulan atau lebih. Dokter saya bilang, zaman dulu rahim yang terbalik harus dioperasi. Untungnya zaman sudah maju, saya tak perlukan itu. Dokter memberikan terapi obat, dan suntikan hormon penyubur yang saya lupa namanya. Yang teringat oleh saya, berhenti bekerja—karena ingin hamil.
Setiap hari cuma makan tidur dan coitus. Persis minum obat saja 3x sehari. Dokter saya bilang, gaya nungging seperti anjing itu paling cespleng bagi yang punya rahim terbalik. Setelah itu jangan langsung mencuci di kamar mandi, tapi biarkan tidur telungkup dengan kaki rapat atau tidur dengan menyandarkan kaki ke atas tembok. Ternyata betul, saya hamil! Tapi usia kehamilan ternyata sudah tiga bulan. Bodohnya, saya tidak tahu telah hamil karena menstruasi yang tidak teratur itu.
Saya hanya merasakan perubahan dan gejala pada diri sendiri, seperti seringkali merasa mual dan senang sekali mengantuk. Kadang bisa seharian hanya tidur terus. Bawaannya malas. Saya pikir saya sakit. Eh, tak tahunya malah hamil.
Fase Hamil:
Kehamilan terjadi bila ovum (sel telur) dibuahi pada saat ovulasi atau masa subur yaitu masa di mana pada saat subur itu rahim melepaskan sel telur (ovulasi).
Tubuh berubah. Perut membesar. Payudara menjadi kenyal dan kencang. Ia menyimpan dan meproduksi air susu. Saya merasakan kulit-kulit tertarik, memecah pori-pori perut, dan sangat gatal. Tidak boleh digaruk karena akan menyisakan sellulit berupa guratan-guratan putih yang sulit hilang.
Pada awal kehamilan, kandungan saya lemah. Dokter memberikan obat penguat dan suntikan tiap dua minggu sekali. Memasuki bulan kelima, badan, bibir saya merah-merah, gatal dan bengkak. Suntikan pun dihentikan. Waktu itu saya kesulitan makan, seringkali keluar atau termuntahkan. Keadaan itu terus berlangsung sampai usia sembilan bulan. Padahal orang hamil seringkali lapar dan harus banyak makan. Untungnya, saya senang minum susu, kadang tujuh sampai sepuluh kali sehari.
Waktu ngidam, saya suka makan pepaya, buah yang tak sulit didapat meskipun tak sedang musim. Konon itu permintaan sang jabang bayi. Kalau tidak dituruti, anak yang dilahirkan nanti suka mengeluarkan air liur (ngeces). Saat kandungan berusia tujuh bulan, saya suka travelling dan berkeliling ibukota (waktu itu tinggal di Jakarta) membonceng motor trail kuning bersama suami. Makhluk mungil dalam perut itu meggeliat-liat. Antara sakit dan geli. :))
Karena pengaruh hormon, kadang orang hamil berlaku berlebihan. Ada yang tak suka membaui keringat suaminya. Bahkan hanya untuk sekadar mendekat, apalagi memegang. Kalau sebagian orang ada yang kurang bergairah dalam hubungan seks, namun sebagian lainnya sangat menikmati bersama pasangannya, bahkan di saat-saat menjelang kelahiran. Katanya, itu memudahkan jalan lahirnya bayi.
Usia sembilan bulan. Inilah saat-saat genting menanti tubuh kecil keluar dari persembunyiannya. Makhluk mungil tetapi kuat itu menekan di bawah perut. Rasa mulas meremas-remas dan memelintir usus. Teman saya sampai dua hari tersiksa. Untung saya cuma dua jam. Kelahiran, rasanya seperti mau buang air besar. Ada sesuatu yang menekan-nekan dubur dan vagina saya. Terasa panas dan berat. Lalu air ketuban pecah, merobek vagina, darah muncrat tersembur, dan keluarlah seorang anak. Ajaib!
Meski peristiwa kelahiran adalah hal yang lumrah. Toh ada sebagian orang yang merasa trauma. Teman saya hampir mati saat melahirkan, karena ari-ari yang dikeluarkan terlepas dari pegangan dokter dan masuk lagi ke dalam perut lewat vaginanya. Ia sampai tak sadarkan diri. Entah bagaimana selanjutnya. Untunglah nyawanya tak sampai melayang. Saat-saat menegangkan telah terjadi. Melahirkan, menanggung risiko, dengan segala peluh dan perjuangan, taruhannya adalah nyawa
Mungkin karena risiko melahirkan begitu besar dan zaman sudah semakin maju. Ada orang dan ada dokter yang lebih senang melakukan operasi cesar. Sedikit saja ada masalah, rujukannya cesar. Selain itu ada juga orang-orang yang ingin dicesar saja dengan alasan hanya takut vaginanya rusak. Padahal, melahirkan secara normal dan alami, meski teramat sakit tapi begitu indah dan mengesankan. Jangan takut pada vaginamu! :))
Hubungan dengan Seni
Melalui karya, sembilan seniman ini mencoba menuangkan ide dalam penciptaan karya lewat mata kepala dan mata hatinya. Dalam hal ini, sembilan seniman ini mencoba menuangkan gagasan, mengungkapkan rasa dan keindahan lewat “ketelanjangan” sebuah objek dari perempuan hamil. Melalui kepekaan seseorang untuk menangkap setiap rangsangan dari luar seniman, rangsangan dengan tajuk Ovu(m)lasi diharapkan dapat menggugah rasa sensitivitas seniman itu sendiri dalam berkarya sesuai pengalaman dan apa yang telah direkamnya di alam sadar dan bawah sadarnya, menjadi satu keindahan karya.
Sebagian mereka adalah seorang bapak, yang juga pernah merasakan kesenangan, kesedihan dan gelisah saat istrinya mengandung dan melahirkan. Di antaranya, mungkin pernah merasakan gerak janin di perut pasangannya dan mendengarkan irama detak jam teratur di dalamnya.. Mungkinkah itu kaki? Tangan? Pantat? Atau kepala dari embrio yang semakin membesar? Namun, ada seniman yang belum menjadi bapak, sebuah pengalaman traumatik, ketika membantu seorang ibu melahirkan.
Karya-karya sembilan perupa ini, (yang tidak bermaksud sebagai perwakilan sembilan bulan kehamilan) semoga bisa menggugah rasa empati kita untuk bisa lebih mengerti dan menyayangi kaum hawa. Terlebih pasangan kita sendiri yang telah memberikan keturunan. Karena merekalah penerus dinasti keluarga masing-masing. Cikal bakal kehidupan baru penciptaan dari setetes anggur kehidupan (sperma). Dengan segala rasa dan asa membawanya pergi selama sembilan bulan dan meregang nyawa sebagai taruhannya, saat melahirkan.
Kini saya menjadi tahu dan mengerti. Bahkan bisa merasakan, bagaimana saya bisa keluar dari perut ibu. Berawal dari vagina dan berakhir lewat vagina, pada sebuah proses dari ovu(m)lasi. Kata ibu; Jangan main-main dengan vaginamu! [+++]
Susi Andrini, ibu rumah tangga dengan tiga anak, penggiat seni budaya dan pendidikan. Tulisan ini hanya untuk berbagi pengalaman pribadi. Pengalaman yang unik dan berbeda bisa terjadi pada masing-masing individu.
mungkani yang saya alami mirip yang dialami ibu.Siklus mens saya sangat tidak teratur sekali dan Saya juga divonis rahim terbalik sama dokter dan juga disarankan posisi doggy style.yang ingin saya tau, waktu persalinan secara biasa atau operasi. Katanya kalau rahim terbalik sulit melahirkan biasa.Harus dioperasi…