Film Ali’s Wedding menjembatani Indonesia – Australia.
Denpasar menjadi kota keempat setelah Jakarta, Surabaya dan Makassar dalam Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI) 2018. Bioskop XXI di Level 21 Mall di Jalan Teuku Umar menjadi tempat memutar film-film pendek karangan sineas muda Indonesia dan Australia.
Film-film FSAI 2018 diputar perdana secara gratis pada 26-28 Januari 2018. Para pecinta film yang ingin mendapatkan tiket nonton gratis sudah jauh-jauh mendaftarkan diri melalui web FSAI dan mencetak tiket online di evenbrite.
Salah satu film paling banyak diminati pengunjung adalah film Ali’s Wedding yang tayang pada Sabtu, 27 Januari 2018.
Sebelum menonton Film Alis’s Weeding, para pecinta film disuguhi film pendek berdurasi 9 menit 49 detik garapan sutradara Febrian Andhika berjudul “The Letter”.
Film yang diproduksi di Yogyakarta ini mengisahkan seorang ayah yang tinggal bersama anaknya setelah sang istri meninggal. Mendiang istri berharap agar suaminya dapat menjaga anak semata wayang mereka berdua. Namun, akirnya sang anak keluar kota untuk bekerja.
Seiring kehidupan sang anak semakin sibuk. Komunikasi dengan sang ayah pun sangat sulit walaupun sang Ayah memiliki sebuah ponsel baru.
Film pendek “The Letter” sukses membawa suaasana di Bioskop Level 21 menjadi haru. Tepukan meriah penonton pun pecah dalam ruangan bioskop.
Lanjut ke film utama yang tayang perdana malam itu adalah Ali’s Wedding. Film ini dibintangi Osamah Sami, aktor, penulis dan komedian pemenang penghargaan dari Australia yang lahir di Negara Iran.
Film Alis’ Wedding membawa Osamah Sami sebagai Pemenang Audience Award untuk Film cerita terbaik pada Sydney Festival 2017. Selain itu film ini juga menyabet penghargaan di ajang AWGIE Award 2016 untuk Film Cerita Asli Terbaik. Di Australia, Osamah Sami juga diakui oleh pemerintah setempat sebagai seorang muslim terpandang.
Film Ali’s Wedding yang disutradarai Sineas Jeffrey Walker bercerita tentang seorang pemuda bernama Ali. Dia hijrah ke Australia akibat situasi keamanan negaranya yakni Irak yang dipimpin oleh rezim Saddam Husain.
Ali hidup di Australia bersama keluarganya. Ayahnya seorang ulama yang disegani oleh komunitas muslim Irak yang juga hidup di Negara Kanguru. Film Ali’s Wedding sangat kental dengan budaya muslim Irak. Selipan komedi mewarnai berbagai adegan sehingga penonton tidak bosan.
Konflik mulai terjadi manakala Ali melakukan sebuah kebohongan besar demi menjaga gengsi ayahnya sebagai seorang ulama muslim terpandang. Ali berbohong menganai nilai ujiannya yang besar padahal sebaliknya nilai Ali sangat rendah meskipun tidak buruk. Lika-Liku percintaan Ali dengan Diana, imigran asal Lebanon mewarnai hari-harinya.
Keluarga Ali sangat ingin dia menjadi seorang dokter padahal dalam hati kecilnya Ali hanya ingin menjadi pemain film dan opera.
Ajaran Islam yang dianut Ali tidak memperbolehkan pemuda untuk berpacaran. Sampai pada akhirnya Ali harus dijodohkan dengan seorang gadis cantik muslimah rekan ayah Ali yang memiliki butik baju muslim di Australia.
Dalam Film Ali’s Wedding kita dapat mendengarkan suara asli Osamah Sami saat membaca lantunan ayat suci Al Quran. Dalam Film Ali’s Wedding kita dapat menyaksikan budaya wanita muslim dalam mengenakan hijab mulai dari seperti yang dikenakan Yenny Wahid, hijab dengan jubah besar, dan hijab dengan menggunakan niqab (penutup wajah).
Film yang berdurasi 110 menit ini mengajak penonton untuk memaknai arti pengabdian seorang anak dan cinta kasih dengan keluarga. Meskipun tidak ada terjemahan dalam bahasa Indonesia, penonton dapat melihat teks berbahasa Inggris yang muncul selama film ditayangkan.
Karena Film ini tergolong dalam kategori dewasa maka penonton yang membawa anak di bawah umur perlu didampingi.
Salah seorang pecinta film bernama Anys Asrofah yang menonton film Ali’s Wedding sangat puas dengan film ini. “Keren banget filmnya. Ada kelucuan dan sedih saat menontonnya. Terima kasih panitia FSAI 2018 atas undangan nobarnya,” ungkapnya. [b]