Di sisi lain, aksi terorisme justru menyatukan pemuda di Bali.
Berbagai elemen masyarakat Bali yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Bali mengadakan aksi solidaritas pada Rabu, 16 Mei 2018, pukul 16.00 WITA di Lapangan Timur Monumen Perjuangan Rakyat Bali Renon Jalan Puputan Raya Renon, Denpasar.
Aksi damai dalam keberagaman ini dipicu atas kejadian di Mako Brimob di Jakarta pada 10 Mei 2018, aksi pengeboman di Surabaya dan Sidoarjo, maupun penyerangan di Polda Riau.
Aksi damai ini diikuti berbagai orgaisasi kepemudaan seperti Leo Club Bali Shanti, DPD Patria Bali, Forum Generasi Lintas Agama Bali (Forgimala), Semeton Teruna-Teruni Denpasar, Pelajar Islam Indonesia (PII) Bali, Generasi Muda Indonesia Tionghoa (GEMA INTI) Bali, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Denpasar, Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesisia (KMHDI) Denpasar, dan lain-lain.
Sebagai bentuk dukungan moral kepada para keluarga korban aksi terorisme, para pemuda yang hadir ke lokasi aksi ini membubuhkan tanda tangan mereka pada spanduk yang sudah dibentangkan. Para peserta aksi damai juga diajak kampanye digital dengan hastag #KAMITIDAKTAKUT di media sosial masing-masing.
Acara aksi damai juga dimeriahkan dengan penampilan musisi Gede Bagus yang menyanyikan lagu-lagu sarat pesan perdamaian. Perwakilan masing-masing organisasi dan Komunitas diberikan ruang untuk menyampaikan pernyataan sikap mengenai aksi terorisme yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini.
Riza Bahasuan dari Ketua PII Wilayah Bali mengatakan bahwa aksi terorisme tidak hanya dirasakan oleh umat Kristiani tetapi semua elemen umat beragama di Indonesia termasuk muslim. “Apabila ada tangan dan kaki terluka, semua akan merasakan. Jangan sampai paham radikal ada di Pulau Bali,” katanya.
“Di era kecanggihan teknologi saat ini paham radikalisme bisa saja berkembang melalui grup-grup diskusi online. Karena itu kita harus menghindari paham-paham radikal ini di media sosial,” ungkapnya.
Riza juga berpesan kepada muslim di Indonesia khususnya di Bali untuk jangan takut menggunakan identitas yang menunjukan bahwa mereka muslim, seperti cadar (niqab), hijab bagi wanita muslimah dan peci untuk laki-laki muslim.
“Jangan takut menggunakan atribut keislaman karena kejadian teror bom beberapa waktu lalu,” tegasnya.
Sementara itu Koordinator Aliansi Pemuda Bali yakni I Gede Anom Prawira Suta mengatakan tujuan aksi itu untuk menunjukan bahwa pemuda Bali sangat menghargai keberagaman, kebersamaan, dan persatuan Indonesia.
Terkait aksi ini Anom berserta Aliansi Pemuda Bali menyatakan lima pernyataan sikap terhadap aksi terorisme. Pertama, mengutuk segala tindak kekerasan berlatar belakang apapun yang menyebabkan korban jiwa untuk memperjuangkan ideologi yang secara nyata adalah sebuah kekeliruan.
Kedua, peserta aksi solidaritas menyatakan penolakan terhadap seluruh organisasi yang mendukung gerakan terorisme karena bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI.
Ketiga, menolak menyebarluaskan ujaran kebencian, cermaah yang menghina agama lain, dan segala tindakan yang memecah belah persatuan, berbangsa, dan bernegara. “Kami juga mendukung upaya pemerintah dan aparat keamanan dalam memberantas tindakan terorisme di seluruh wilayah Indonesia,” tegas Anom.
Terakhir, Aliansi Pemuda Bali menuntut DPR dan pemerintah agar secepatnya mengesahkan RUU Anti Terorisme agar penegak hukum melakukan tindakan preventif dan represif, sehingga dapat menjamin keamanan masyarakat secara maksimal. [b]