Jumat, 9 November 2012. Puluhan aktivis mahasiswa Denpasar, Bali menggelar aksi mengecam insiden penganiayaan terhadap Wayan “Gendo” Suardana, Ketua Dewan Daerah Walhi Bali. Insiden penganiayaan tu terjadi pada Senin, 5 November 2012 di kantor advokat Wihartono and Partners, tempat Gendo Bekerja. Akibatnya, Ketua Dewan Daerah Walhi Bali mengalami luka robek pada bibir dan berdarah, gigi agak goyang serta pusing di kepala.
Peristiwa inipun sudah dilaporkan kepada Polda Bali untuk segera diusut tuntas.
Di depan kampus Udayana, Jl. PB Sudirman, mahasiswa yang tergabung dalam “Solidaritas Anti Kekerasan Terhadap Aktivis” yang terdiri dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Udayana (BEM UNUD), Front Demokrasi Perjuangan Rakyat (Frontier Bali), GMKI Denpasar, Pers Mahasiswa Kertha Aksara FH UNUD menggelar spanduk dan poster kecaman terhadap insiden penganiayaan ini.
Beberapa poster bertuliskan “Gendo Suardana is a Victim of Greedy Power” “Democracy is die”, “Democracy Without Human Right is Just Bullshit” dan lainnya. Massa juga memplester bibirnya dengan lakban hitam sebagai simbol dibungkamnya kebebasan berpendapat di negeri ini.
Pengaiayaan
“Solidaritas Tolak Kekerasan Terhadap Aktivis” melihat bahwa Insiden penganiayaan ini mempunyai hubungan yang cukup kuat dengan aksi-aksi protes Walhi Bali di mana Gendo menjadi pimpinannya. Advokasi lingkungan yang tengah dijalankan Walhi Bali antara lain Kasus Pelanggaran AMDAL proyek Jalan diatas Perairan (JDP) dan Kasus Izin Tahura Ngurah Rai. Berlanjutnya pengurugan laut proyek JDP yang tidak sesuai dengan AMDAL, meskipun protes telah disampaikan, mendorong Walhi Bali melakukan somasi hukum Gubernur Bali dan 4 BUMN lainnya.
Pemberian Izin Pengelolaan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai pada PT. Tirta Rahmat Bahari (TRB) dinilai massa tidak transparan karena tidak melibatkan DPRD Bali dan masyarakat. “Pun tidak sejalan dengan upaya pemenuhan target 30% hutan sesuai amanat RTRWP Bali dan kebijakan moratorium pembangunan akomodasi pariwisata, ” jelas Pande Nyoman Taman Bali, Aktivis Frontier Bali dalam orasinya.
Rencananya investor PT.TRB akan membangun 75 Villa, 8 Restoran, 2 spa dan fasilitas lain dlm kawasan hutan mangrove
Dalam pernyataan sikapnya, “Solidaritas Anti Kekerasan terhadap Aktivis” mengecam keras serangan terhadap I Wayan ‘Gendo’ Suardana. Solidaritas Anti Kekerasan memandang intimidasi ini merupakan serangan terhadap perjuangan lingkungan hidup dan keadilan yang lebih luas. “Serangan ini adalah bukti bahwa tindak kekerasan yang memalukan seperti itu tetap menjadi alat utama elit kekuasaan dan elit ekonomi untuk mencapai tujuan mereka,” kecam Putu Eka Mulyawan, Humas Aksi.
Massa Solidaritas Anti Kekerasan menuntut Kepolisian Daerah Bali, segera secara serius mengusut kasus penganiyaan dan intimidasi yang dialami oleh I Wayan “Gendo” Suardana. “Profesionalitas Polda Bali dipertaruhkan dalam perlindungan Hak asasi Manusia dan rasa aman masyarakat terkait pengusutan kasus ini,” ujar Eka sekaligus berharap agar polisi juga bisa menangkap aktor intelektual dibalik penyerangan ini.
Terkait dengan advokasi lingkungan yang dilakukan Gendo bersama aktivis lingkungan lainya, “Solidaritas Anti Kekerasan” menyatakan mendukung sepenuhnya tuntutan Walhi dan KeKal Bali dalam Kasus Pelanggaran AMDAL JDP dan Kasus Ijin Tahura Ngurah Rai. “Kami mendukung dicabutnya Izin PT.Tirta Rahmat Bahari atas pengelolaan tahura Ngurah Rai yang mengorbankan kelestarian lingkungan,” tegas Korlap Aksi, I.B Angga Purana Pidada.
“Semestinya pemerintah dan investor tidak mengorbankan kelestarian lingkungan dengan mengatasnamakan pembangunan,” tambah Mahasiswa FISIP Universitas Udayana ini.
Pembubaran
Aksi Solidaritas yang baru berjalan selama 45 menit dari pukul 14.10 Wita ini berakhir dengan pembubaran paksa dari pihak kepolisian. Made Arsana, petugas kepolisian yang menggunakan atribut kesatuan sabhara membubarkan massa aksi dengan merampas spanduk yang dibentangkan massa aksi. “Kalian harus bubar, aksi kalian tidak ada izin,” bentaknya sambil menarik spanduk yang tengah dibentangkan massa aksi.
Seorang polisi lain juga menyatakan agar massa membubarkan diri karena adanya event International Bali Democracy Forum dan menyarankan agar aksi diundur esok harinya. Setelah berhasil membubarkan massa aksi, Made Arsana langsung melaporkan ke atasannya, “Aksinya sudah saya bubarkan, Pak” katanya melalui handy talkie dengan nada bangga.
“Ini adalah hal ironis sekali. Di tengah penyelenggaraan forum demokrasi internasional, upaya untuk menyampaikan solidaritas anti kekerasan terhadap aktivis justru dibubarkan. Apakah kekuasaan hendak menutup-nutupi borok demokrasi di mata dunia internasional?” ujar Pande Nyoman Taman Bali menyesalkan pembubaran paksa pihak kepolisian ini.
Menurut aktivis Frontier Bali ini, polisi seharusnya menjamin hak menyampaikan pendapat dapat disampaikan, bukan asal membubarkan dengan cara yang dianggapnya tidak bermartabat. Sebelumnya perwakilan “Solidaritas Tolak Kekerasan Aktivis” telah menyerahkan surat pemberitahuan kepada pihak Polresta Denpasar yang diterima oleh petugas piket I Made Surarya. [b]
benar-benar premanisme sudah tidak ragu2 lagi membuka topengnya..
“semestinya pemerintah dan investor tidak mengorbankan kelestarian lingkungan dengan mengatasnamakan pembangunan,” tambah Mahasiswa FISIP Universitas Udayana ini”
Sebenarnya tidak sepenuhnya untuk investor bali, toh pembangunan tersebut untuk mengurai kemacetan yang semakin parah terutama menuju ke objek vital seperti bandara, apa tidak malu president durenegare melali ke bali malah nepukin bali dadi tempat parkir baru setelah jakarta? sing kel dadi orte?
Kelestarian lingkungan mana yang dikorbankan?tau dari mana hutan manggrove masih lestari ato tidak?pernah masuk ke pelosok hutan bakau?pernah kena banjir akibat pohon bakau dan sampah ngempetin tukad?taen susah payah ngalih bantuan dana anggon ngeruk sampah jak pohon bakau pang sing ane meduuran banjir? Sebagian pasti sing karna rage nepukin pedidi sing ade ne peduli,
Saya juga tidak ingin mangrove rusak karna pembangunan sehingga perlu dibicarakan baek2 antara pemerintah dan masyarakat tentang bentuk proyek dan batas penggunaan wilayah hutan manggrove, sehingga proyek ini tidak mengganggu fungsi dari hutan manggrove itu sendiri malah bisa membuat penataannya lebih baik, tidak banyak sampah seperti sekarang. Pengawasan terhadap investor juga harus dilakukan jangan sampai berlebihan karena mereka memang profit oriented, semua harus diatur dengan jelas
Saya juga sudah bosan dengan ormas2 yang hanya bisa menolak, tidak pernah berkomunikasi dahulu baek2 dengan masayarakat ataupun dengan pemerintah,melihat dan mendalami masalahnya terlebih dahulu. Jika mengkritik tentu harus punya opsi2 yg lebih bagus untuk masalah2 diatas, jika berkoar2 terus d media apa bedanya sama arya wiguna yg cuma cari tenar n ujung2nya duit,
mohon dipikirkan lebih bijak lagi dan dicari solusinya bersama
I LOVE BALI