Semoga bisa menampung aspirasi jurnalis dan menjadi media alternatif bagi publik.
Demikian harapan terhadap website Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Denpasar yang diluncurkan pada Minggu kemarin di Warung Kubu Kopi, Denpasar.
Peluncuran dibungkus dengan diskusi Menaksir Isu Kebangsaan dalam Jurnalisme. Hadir musisi Leo Cristi dan Wayan Juniarta jurnalis senior The Jakarta Post.
Menutup acara, musisi Leo Cristi menyanyikan sejumlah lagu andalannya, mengobati kerinduan penggemarnya di Bali. Turut tampil musisi Classic Rock & Blues Community asal Bali.
Di awal pemaparan, Juniarta menjelaskan panjang lebar mengenai nasionalisme bangsa ini. Salah satu poin yang ditegaskan bahwa dalam konteks kebangsaan, penjaga medan kesadaran bukanlah intelektual, tetapi pewarta kebudayaan seperti penyanyi, pencipta lagu, dan seniman.
Sayangnya, justru di tengah situasi bangsa saat ini, makin sedikit orang-orang seperti Leo Kristi, Iwan Fals yang selama ini menyuarakan kebangsaan dalam bentuk karya musik.
Dalam sepuluh tahun ke depan, menurut Jun, mungkin mereka hilang dan kita menjadi khawatir. “Negara Indonesia ini kan 13 ribu sekian pulau, 400 suku bangsa besar hampir 1.500 bahasa daerah, kenapa yang kita dengar di televisi logat Jakarta, gaya artis Jakarta, mana lagi suara Nusantara yang sering dilantunkan kita dengar dari Leo Kristi?” tanya Jun.
Berkaitan dengan kebangsaan, Leo Kristi mengungkapkan Konser Rakyat Leo Kristi yang terus didengungkan itu sejatinya diharapkan menjadi sebuah gerakan untuk menghargai jiwa-jiwa yang menjaga kebangsaan negara ini.
Menurutnya, sejak Gajah Mada mewarnai Nusantara dan juga Bung Karno menyelesaikan lukisan indah di dataran Nusantara, memang sikap nasionalisme tumbuh dalam dirinya dari dulu sampai senja tutup usia bapak proklamator.
Dia banyak melihat dan menjadi kisah duka bangsa.
“Di sini saya menceritakan lagu-lagu di Konser Rakyat Leo Kristi yang dimulai tahun 1975,” jelas Leo Kristi.
Ketika di era tersebut orang-orang justru tidak berani tetapi dia sendiri mempunyai keyakinan dan berani untuk tetap menggunakan gerakan Konser Rakyat Leo Kristi tersebut. Bahkan saat dia tampil di Taman Ismail Marzuki dia juga merilis lagu-lagunya yang ada di album kedua.
Pada konser tersebut dia juga mencoretkan di layar background bertuliskan Pemuda Nyalakan Api Hatimu, Nyanyian pemuda, Nyanyian Revolusi.
Demikian berlanjut hingga tahun 2000 dan akhirnya dapat menyelesaikan 10 album dengan 100 album.
“Sekitar tahun 2000 saya melengkapinya dengan bendera dari Konser Rakyat Leo Kristi. Bukan merah di atas putih dan bukan berarti mendahulukan merah baru putih. Saya tetap menggunakan selalu merah hendaknya selalu ada di dalam putih. Kemudian, saya terus berkembang di album berikutnya,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bangsa seluas dunia, di sini lebih penting mensyukuri alam budaya, di mana jiwa yang kaya adalah sejahtera dunia.
“Jadi apa pun di belahan mana pun di negara ketika sesuatu dikerjakan oleh manusia kita selalu bertanya sekaya apakah di dalam hatimu ketika engkau menghadapi istrimu, anak perempuan, cucu perempuan,” terangnya.
Konser Rakyat Leo Kristi, berharap senantiasa mendasari semua gerakan ini sebagai kekayaan jiwa di dunia. “Apa pun kalian sampaikan, kalian pamerkan, kalian pegang, kalian nikmati semua perangkat dunia ini hari ini ada, dan tahun depan mungkin tidak berlaku. Sekaya apa manusia-manusia di dunia itu. Di sini konsep konser rakyat bangsa seluas dunia,” tandasnya.
Sementara, Ketua AJI Denpasar Hari Puspita mengatakan bersyukur dengan semangat gotong royong AJI Denpasar masih bisa berbuat. Salah satunya membuat website www.ajidenpasar.or.id
Peluncuran ini sekaligus mewarnai ulang tahun AJI pada 7 Agustus.
Mengenai tentang tema Menaksir Isu Kebangsaan dalam Jurnalisme, karena semakin hari banyak hal yang susah menanamkan dalam dirinya semangat kebangsaan.
“Selain itu soal lagu tema rakyat kecil seperti Leo Kristi dulu yang memperjuangkan rakyat kecil tetapi sekarang semakin tidak jelas arahnya dan kita mencoba mendiskusikan itu,” terangnya.
Aris Wisantyo mewakili Divisi New Media AJI Denpasar menjelaskan website tersebut yakni berawal dari keresahan mereka sebagai jurnalis tidak bisa melakukan berbagai hal mereka inginkan, karena mereka juga dibatasi oleh kepentingan media itu sendiri. Sehingga website ini diharapkan nantinya bisa menjadi ruang idealisme bagi anggota Aji Denpasar.
Dalam web tersebut juga dibikin perwajahan mengikuti AJI Indonesia. Ada agenda kegiatan AJI, menyediakan sebuah ruang setiap pernyataan resmi Aji dan lain sebagai.
“Untuk menjadikan AJI lebih dekat dengan publik, kita juga akan membuat kolom opini dan akan melihat formasinya. Selain itu ada gallery foto dan video,” jelasnya. [b]