Pameran foto kali ini akan memberikan nuansa berbeda.
Tujuh puluh karya fotografi dari fotografer berbagai negara ini akan memamerkan karya tentang penderita sakit jiwa yang hidup dalam pasungan.
Ada 13 fotografer yang berpameran. Mereka adalah Alexandra Dupeyron (Jerman), Brice Richard (Inggris), Cameron Herweynen (Australia), Christian Werner (Jerman), Fanny Tondre (Perancis), Giulio Paletta (Italia), Ingetje Tandros (Australia), Luciano Checco (Singapura), dan Nadia Janis (Australia).
Ada empat fotografer dari Bali yang juga turut serta Rudi Waisnawa, Tjandra Kirana, Alit Kertaraharja, dan Cokorda Bagus Jaya Lesmana.
Karya-karya mereka menyuarakan kepedulian terhadap orang-orang penderita sakit jiwa yang hidup dalam pasungan.
Setiap fotografer tentu memiliki kepekaan dalam menjadikan orang sakit jiwa yang terpasung sebagai bagian penting untuk diangkat sebagai sebuah peristiwa. Project fotografi yang mengikuti serta didukung penuh oleh Suryani Institute ini seperti momentum besar bahwa dunia fotografi akan mampu menyuarakan sisi human interest atau kemanusiaan dalam dunia fotografi.
Para fotografer menyadari bahwa apa yang akan difoto sangat berbeda dengan kelaziman pemotretan yang menyediakan kebebasan wilayah penciptaan. Dapat dibayangkan bagaimana beban psikologi fotografer sewaktu mengabadikan moment-moment dimaksud, pastilah melibatkan kepiluan, kepedihan serta rasa haru yang mendalam.
Boleh jadi rangkaian peristiwa tersebut sesungguhnya adalah sebuah teror, yang mengharu biru sang fotografer. Mereka benar-benar telah menceburkan diri pada situasi dan ruang konflik dalam diri, sehingga pemotretan itu tidak semata sekedar mengarahkan lensa, mengatur kecepatan dan diafragma serta menekan shutter.
Mengamati karya-karya photo ketiga belas fotografer dengan citraannya sangat terasa bahwa mereka telah berhasil menghadirkan daya ungkap yang tajam. Sangat jelas pula bahwa kesemua karya photo memang didasarkan atas dasar pembacaan pada ekspresi, sembolisme bagian tubuh, media pasung, kehadiran keluarga, penanganan medis, dan kondisi pasien sembuh menjadi materi kuat yang mendefinisikan kepedihan dan kebahagiaan penderita.
Mengambil tajuk ‘Airmata Lensa: Membaca Fenomena Orang-Orang Terpasung’, pameran fotografi internasional kali ini sedini awal telah diniatkan untuk menggugah kesadaran masyarakat agar berempati dan simpati kepada mereka yang terpinggirkan dan tersisihkan dari kehidupan sosial umumnya.
Melalui karya foto terpilih, yang dikuratori oleh Yudha Bantono, karya foto dari ketigabelas fotografer dapat mengantarkan publik meresapi problematik yang bersangkutan, juga keluarga serta lingkungan di mana sosok-sosok yang mengalami gangguan mental ini berada.
Sebuah dunia nyata menjadi bagian kehidupan sosial masyarakat, namun seakan ditolak realitanya serta tak mendapat perhatian semestinya dari kita semua, sebagai sesama warganegara Indonesia.
Pameran yang akan berlangsung pada 19 sampai 24 Agustus 2014 ini, juga akan diisi dengan serangkaian acara seperti workshop tenaga medis, workshop tenaga pendidikan, dan meditasi bersama. Ketiga acara tersebut langsung akan dipandu Prof. DR. Luh Suryani dari Suryani Institute. Sedangkan perbincangan tentang perspektif fotografi tentang pengalaman fotografer akan dibincangkan melalui Diskusi Photografi bersama fotografer yang terlibat.
Pameran ini sangat layak diapresiasi dan dikunjungi, bukan sekadar menakar kekuatan nurani yang berhasil tervisualisasi melalui karya foto, namun ada gugah fotografi sebagai upaya representasi jiwa terdalam dari hubungan kejiwaan yang memasuki wilayah mata lensa kamera. [b]