Masalah sosial bukan hanya urusan pemerintah, tapi tugas seluruh elemen masyarakat.
Setidaknya hal inilah yang menjadi titik balik dari program Active Citizens, ketika masyarakat seharusnya turut aktif dalam proses pembangunan. British Council memperkenalkan program Active Citizens dengan melatih sekumpulan individu yang berasal dari berbagai negara di dunia.
Mereka yang mengikuti pelatihan nanti akan terjun ke masyarakat dan melaksanakan metode Active Citizens sebagai salah satu metode pencarian solusi bagi masyarakat.
Emma Yunita, selaku manajer program British Council menyebutkan bahwa peserta yang diundang adalah kelompok-kelompok yang telah memulai aksi dan terlibat dengan masyarakat. Program pelatihan ini bertujuan agar para peserta dapat menggunakan metode Active Citizens di komunitasnya masing-masing.
“Program Active Citizens tidak hanya untuk memberdayakan masyarakat, tetapi menjalin hubungan yang baik dengan partner,” jelas Emma Yunita.
Di Indonesia, program ini diperkenalkan pada Maret lalu. Sekitar 30 peserta dari lembaga swadaya masyarakat, universitas, institusi pemerintah dan wirausaha sosial ikut berlatih menjadi fasilitator Active Citizens di Mercure Nusa Dua, Bali. Tak hanya dari Indonesia, beberapa peserta berasal dari Fiji, Samoa dan Vietnam.
BaleBengong terpilih menjadi salah satu peserta dari Bali yang mengikuti pelatihan tersebut.
Program pelatihan fasilitator ini dipandu oleh para fasilitator berpengalaman dari berbagai negara, Charo Lanao Madden (UK), Karl Belizaire (UK), Sivendra Michael (New Zealand), Jimmy Febriyadi (Indonesia) dan Marge Defensor (Filipina).
Pelatihan ini sangat menyenangkan karena banyak permainan. Tidak ada meja, tapi hanya kursi yang ditata melingkar. Bahkan, tak ada kesempatan menggunakan laptop maupun ponsel. Meskipun padat, pelatihan dilaksanakan secara interaktif selama lima hari.
Program diawali dengan perkenalan dengan masing-masing peserta dan fasilitator. Perkenalannya pun tidak hanya menyebutkan nama dan asal lembaga saja, melainkan menyebutkan nama dan arti di balik nama tersebut. Inilah pengantar modul pertama, yaitu mengenal diri sendiri, identitas dan budaya.
Setelah pengenalan diri, selanjutnya peserta berlatih kemampuan komunikasi, identifikasi tantangan dalam masyarakat dan perencanaan aksi untuk perubahan sosial. Pelatihan tidak hanya dilakukan dalam kelas yang besar.
Demi pelatihan lebih intensif, para peserta juga dibagi menjadi kelompok kecil untuk melakukan uji coba menjadi fasilitator dalam sesi Home Teams.
Para peserta ternyata bukan hanya pemula. Mereka datang dari tingkat pengalaman yang berbeda dalam hal ketrampilan fasilitasi. Ada yang baru belajar hingga telah berpengalaman puluhan tahun. Namun, kesenjangan pengalaman ini juga tidak membuat para peserta membentuk kelompok-kelompok tertentu. Semuanya dapat berbaur dan saling berbagi pengalaman masing-masing.
Senele Tualaulelei, seorang pelatihan bisnis dari Samoa telah berpengalaman menjadi pelatih selama lebih dari 10 tahun. Senele mengaku pelatihan ini sangat berguna baginya untuk mengembangkan pelatihan bisnisnya di negara asal.
“Saya merasa senang dapat mengikuti pelatihan Active Citizens ini dan akan menerapkannya di negara saya,” ungkap Senele.
Pembelajaran penting selama pelatihan bahwa sebuah perubahan sosial tidak hanya dilakukan para pemimpin besar, namun dimulai dari hal terkecil. Konsep Active Citizens mengedepankan pemberdayaan komunitas untuk lebih mandiri dalam memecahkan masalah di lingkungannya.
Tentu, partisipasi berbagai lembaga dan pemegang kebijakan juga perlu ambil bagian. Active Citizens dapat menjadi metode yang menarik untuk melakukan perubahan sosial untuk dunia yang lebih baik. [b]