Musuh bebuyutan Superman, yaitu Lex Luthor, pernah berseloroh, “Kamu bisa mencetak uang sebanyak-banyaknya, menghasilkan berlian, dan manusia selalu berebut untuk ini, namun yang selalu mereka butuhkan adalah tanah. Dan hal inilah yang mereka tidak produksi lagi.”
Sedikit anomali, pernyataan tersebut datang dari tokoh antagonis dari komik keluaran DC tersebut. Jika ditelaah lebih dalam, Lex Luthor memikirkan lebih jauh bagaimana manusia akan tetap bertumbuh dan tanah akan tetap segitu-segitu saja. Berkurangnya ruang adalah hal yang musykil untuk dihindari memang. Termasuk di Bali.
Menurut data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Provinsi Bali per Juni 2022, penduduk Bali berjumlah sekitar 4,29 juta jiwa. Dan seperti yang disinggung Lex Luthor, luas pulau Bali cuma segitu-segitu saja. Nah, salah satu masalah yang bisa jadi disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan ruang yang stagnan adalah kemacetan di Jalan.
Dalam laporan panjang yang dirilis Balebengong.id berjudul Karut Marut di Jalan Terus Berlanjut, yang membahas mengenai kondisi (yang terjadi sekarang) dan masa depan transportasi di Bali dan sulit untuk tidak merasa pesimis, mengingat karut marut di jalanan Bali masih akan terus terjadi. Di masa mendatang, jika tidak ada langkah yang konkret, jalanan di Bali, khususnya di Bali selatan dan Denpasar akan semakin macet.
Salah satu langkah yang umum digunakan untuk mengatasi permasalahan kemacetan adalah dengan mengembangkan jaringan transportasi untuk publik. Di Bali sendiri sejak beberapa tahun lalu telah hadir transportasi umum. Untuk mengetahui bagaimana transportasi umum bekerja, inilah cerita-cerita mengenai hari-hari transportasi umum di Bali.
Hari-hari Menggunakan Transportasi Umum di Bali
Waktu itu tahun 2017. Kampus tempat saya berkuliah lokasinya di Jimbaran. Setelah hanya dibolehkan tinggal untuk dua semester di Rumah Susun Mahasiswa (Rusunawa), saya memutuskan untuk tinggal dan menyewa rumah kos di Denpasar. Jarak dari kos ke Kampus sekitar 25 KM. Dalam ukuran waktu, perjalanan menggunakan motor bisa ditempuh dalam waktu sekitar 35-45 menit.
Menghitung biaya bensin, waktu, dan tenaga, menggunakan transportasi umum bisa jadi alternatif. Jadilah waktu itu saya bereksperimen untuk menjajal transportasi umum di Bali untuk kegiatan sehari-hari. Senin sampai jumat. Begini ceritanya.
Untuk sampai di Kampus Bukit Jimbaran, yang pertama saya lakukan adalah berjalan kaki sekitar 10 menit ke halte terdekat. Dalam hal ini yaitu, Halte Ida Bagus Mantra.
Bus yang akan saya naiki Trans Sarbagita. Waktu itu ada tiga bus dengan rute berbeda. Bus satu akan melewati rute Batubulan-Nusa Dua namun melewati Sunset Road, Bus kedua rute Batubulan-Nusa Dua namun melewati Bandara. Dan Bus Ketiga Bus dengan rute berbeda yaitu, Gor Ngurah Rai-GWK.
Saya sendiri akan menaiki bus jurusan Batubulan-Nusa Dua dan di halte tertentu, saya harus turun dan mengganti ke Bus dengan rute Gor Ngurah Rai-GWK. Perjalanan dari kosan ke kampus memakan waktu sekitar satu setengah jam. Dengan biaya hanya Rp 5000.
Di tahun tersebut, untuk jurusan Batubulan-Nusa dua, bus bisa dibilang cukup sepi. Saya pasti mendapatkan tempat duduk. Namun, untuk Gor Ngurah Rai-GWK di pagi hari sekitar jam 8 pasti cukup penuh. Mahasiswa dari Denpasar yang berkuliah di Kampus Bukit Jimbaran menjadi mayoritas penumpang.
Warga Kota Denpasar Lain, yaitu Sang Ayu bercerita mengenai pengalamannya menggunakan transportasi umum. Sehari-hari dirinya bekerja sebagai desainer. Dia bercerita, untuk transportasi umum sering dia gunakan untuk jalan-jalan di akhir pekan.
Kehadiran transportasi umum di Bali bagi Sang Ayu menjadi hal yang menyenangkan. Menurut Sang Ayu, transportasi umum bisa jadi sarana untuk mengenal sebuah kota secara lebih dekat. Kegiatan berjalan kaki setelah menggunakan transportasi umum menjadi cara untuk melihat sebuah kota.
“Dibanding hanya melihat dari kaca kendaraan pribadi,” ungkapnya.
Sang Ayu bercerita, suatu hari, dia membawa rombongan teman-teman kantornya untuk melakukan perjalanan ke Ubud dengan menggunakan transportasi umum. Di Ubud, mereka menghabiskan waktu untuk makan dan jalan-jalan.
“Kita jadi banyak bisa mengunjungi tempat dan melihat sudut-sudut yang biasanya terlewat kalau kita ke Ubud naik kendaraan pribadi,” ceritanya.
Beberapa rute kendaraan umum di Bali memang melewati jalur-jalur wisata. Selain Ubud, dalam hal ini, Teman Bus juga melewati kawasan wisata Sanur, Kuta hingga Jimbaran.
Berdasarkan pengalaman Sang Ayu, di Kawasan Sanur, dia menuturkan bahwa orang-orang bisa melakukan jalan-jalan serta melihat berbagai villa menarik dan kafe-kafe di sepanjang pantai. “Menurut saya akhir pekan naik bus selalu lebih menarik ketimbang jalan naik kendaraan pribadi,” tegasnya.
Cerita tentang hari-hari menggunakan transportasi umum juga datang dari Komang Arsana. Dia penyandang disabilitas netra. Pilihan menggunakan transportasi umum adalah keniscayaan bagi dirinya.
“Karena, saya tidak bisa mengendarai kendaraan sendiri. Selain itu harga lebih murah,” jelasnya, Selasa 5 September 2023.
Komang Arsana mengenang sudah sejak kecil dirinya menggunakan transportasi umum. Dia mengatakan, dirinya menggunakan transportasi umum untuk bepergian dari tempat tinggalnya di Tabanan ke Karangasem, Denpasar, Badung atau Gianyar.
Arsana sudah berumur 27 tahun. Kendaraan umum menjadi pilihan yang nyaman baginya untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Seiring berkembangnya waktu, ada transportasi umum atau transportasi publik yang lain yang benar-benar dikelola pemerintah. Dalam hal ini, Sarbagita dan Teman Bus Bali.
Kehadiran Teman Bus bagi Arsana sangat membantu. Dia mengatakan, dalam dua kali seminggu, dirinya akan melakukan perjalanan ke Denpasar. Namun, sekarang dirinya tidak khawatir mengenai ongkos transportasi. Mengingat transportasi publik seperti Teman Bus baginya mematok harga yang sangat terjangkau.
“Karena jika menggunakan jasa online, biaya cenderung jauh lebih mahal,” jelasnya.
Catatan hari-hari menggunakan transportasi umum di Bali
Selama sekitar empat hingga lima bulan menggunakan transportasi umum untuk kegiatan sehari-hari, dalam hal ini berkuliah ke Jimbaran. Dalam catatan, saya sendiri belum pernah terlambat mengikuti perkuliahan. Bisa dibilang, menggunakan transportasi umum di Bali untuk kegiatan sehari-hari ternyata dapat diandalkan.
Pengalaman yang tidak mengenakan tentu ada, misalnya dibuat menunggu hingga lebih dari satu jam. Namun hal ini tidak sering. Menggunakan transportasi umum memang sejatinya menyenangkan. Saya bahkan menyukai perjalanan pulang kuliah yang santai sambil mendengar musik melalui earphone atau membaca buku. Atau lebih sering tidur di bangku belakang.
Dari sini, bisa dikatakan bahwa penambahan dan perluasan jangkauan menjadi hal yang krusial untuk menggalakkan masyarakat untuk menggunakan transportasi umum. Perbaikan pelayanan dan ketepatan juga perlu diperhatikan untuk terus menarik minat masyarakat untuk menggunakan transportasi umum.
Selain itu, terasa tidak pas jika beberapa pihak termasuk pemerintah mengatakan bahwa transportasi umum hanya menghabiskan anggaran. Mengingat, di tengah masyarakat yang masih lebih memilih menggunakan pribadi, seharusnya bibit-bibit penggunaan transportasi umum harus terus dirawat dan dijaga keberadaannya.
Sang Ayu juga mempunyai beberapa apresiasi dan kritik selama menggunakan transportasi umum di Bali. Cerita dari Sang Ayu, jadwal dari Teman Bus sendiri cukup dibilang cukup baik, atau sebut saja tepat waktu. Kalau tidak sedang macet, dia akan menunggu sekitar 15 menit. “Kadang sempat dibuat menunggu 30 menit, Biasanya karena macet. tapi itu tidak sering,” sebutnya.
Sejauh ini, Sang Ayu merasa menggunakan transportasi umum masih cukup nyaman. Tidak ada keluhan yang berarti. Namun, efisiensi masih menjadi alasan yang cukup kuat baginya untuk belum menggunakan transportasi pribadi untuk bekerja sehari-hari. Terjebak macet masih menjadi momok baginya.
Akan tetapi, Sang Ayu tidak menampik bahwa kesadaran penggunaan transportasi umum akan mengurangi masalah kemacetan lalu lintas dan mengurangi polusi. Dalam pengamatannya, kota Seperti Jepang dan Singapura misalnya tidak terjadi kemacetan dan udara di kota tersebut terbilang cukup baik karena mempunyai sistem transportasi umum yang baik.
“Artinya, tidak banyak mobil lalu lalang menjadikan pejalan kaki bisa berjalan dengan nyaman,” papar perempuan berusia 38 tahun ini, Selasa, 5 September 2023.
Saat ditanya apa yang menjadi ide atau saran untuk meningkatkan sistem transportasi umum di Bali, atau khususnya kota Denpasar, Sang Ayu menjawab agak panjang.
Pertama, menurutnya, transportasi umum yang beroperasi sekarang yaitu, Teman Bus atau Trans Sarbagita harus mempunyai jangkauan yang lebih luas. Selain itu, menurutnya, titik perhentian juga perlu diperbanyak. Di beberapa tempat, dalam pengalamannya, titik perhentian terlalu pendek, namun di tempat yang lain terlalu panjang. Dia mencontohkan, misalnya di Renon, titik perhentian bisa kurang dari 2 km, namun, di Jalan Gatot Subroto (Gatsu) Barat titik perhentian dari mitra 10 ke bank mandiri Gatsu Barat menurutnya terlalu jauh dan melewati beberapa spot penting.
Kedua, menurut Sang Ayu, ke depan transportasi umum di Bali harus membuat halte yang layak. Dirinya tak ingin muluk-muluk, dia mengatakan “Buat dudukan kotak dari cor-coran semen saja sudah bagus banget.”
Ketiga, khusus bagi Teman Bus, Sang Ayu menilai ada dua pool yang tidak terhubung satu sama lain. Yaitu, bus dari Ubung dan Gor Ngurah Rai. Menurutnya hal ini sedikit menyebalkan karena, Bus dari Ubud tidak mempunyai perhentian di sekitar Gor Ngurah Rai.
“Jadi kalau orang dari Badung atau Tabanan, mau ke Ubud naik Teman Bus harus susah-susah nyari perhentian yang beririsan. Padahal lebih mudah kalau bisa turun di dekat pool Gor Ngurah rai. Saya rasa ini perlu diperbaiki,” jelasnya.
Terakhir, dirinya juga mengeluhkan rute K3B yang menurutnya kurang bagus setelah mengalami perubahan. Menurutnya, hal ini karena rute tersebut melewati kawasan yang macet yang membuat perjalanan menjadi tidak efisien. “Biasanya saya ke kantor naik teman bus 3X seminggu. Sekarang tidak pernah lagi karena bus dari dalung ke renon bisa sampai 2 jam waktu perjalanan” paparnya.
Transportasi umum yang beroperasi hari-hari, seharusnya memang menjadi transportasi milik publik, yang artinya harus menjadi transportasi yang inklusif, Arsana mempunyai beberapa catatan terkait transportasi publik di Bali. Khususnya Teman Bus.
Sebagai penyandang disabilitas, berdasarkan pengalamannya, dia menuturkan bahwa kadang-kadang pintu bus tidak terbuka secara otomatis ketika berhenti di halte. Tidak terbukanya pintu menyebabkan sensor pada pintu tidak berbunyi. Bagi Arsana yang merupakan penyandang tuna netra, hal ini menyusahkan dirinya karena dia menjadi tidak mengetahui kehadiran bus yang berhenti tersebut.
Dirinya juga mempunyai catatan pada titik henti atau halte. Dia mengatakan, beberapa halte terbilang cukup layak. Namun dirinya juga mengatakan bahwa masih banyak yang kurang layak bahkan tidak ada haltenya. Akibat halte yang kurang memadai ini, menunggu bus menjadi hal yang tidak nyaman.
“Hal ini menyebabkan kala menunggu Bus menjadi berpanas-panasan dan kehujanan di pinggir jalan,” ulasnya.
Sebagai penyandang disabilitas, dirinya juga menyoroti terkait parkir Bus yang di Terminal Ubung yang menurutnya masih acak. Baginya, parkir yang teratur akan membuatnya lebih mudah mencari bus yang akan dinaiki.
Salah satu yang menjadi perhatian dirinya selama menggunakan transportasi umum adalah sistem pemberhentian. Menjadi penyandang disabilitas netra, dirinya mengatakan bahwa sistem pemberhentian menggunakan sistem suara menjadi sangat bermanfaat.
“Selama ini sudah bagus, pada unit kendaraan sudah terpasang sensor suara. Namun beberapa kali saya temukan sensor dan pengumuman suara tidak berfungsi dengan normal, mohon untuk dicek secara berkala,” komentarnya.
Dirinya juga menekankan agar suaranya maksimal, Dia mengatakan, “Buatlah suaranya agar terdengar baik dan nyaman, agar seimbang dengan keramaian penumpang, deru mesin, suara musik dan radio agar harmonis.”
Hari-hari Mengelola Transportasi Umum di Bali
Dua transportasi publik yang beroperasi hari-hari di Bali adalah Trans Sarbagita dan Teman Bus Bali. Untuk mengetahui lebih dalam bagaimana hari-hari transportasi publik di Bali bekerja, Saya berbicara dengan I.B. Eka Budi Prihantara, Manajer Teman Bus Bali.
Dari data yang yang Teman Bus punya, Budi Prihantara menjabarkan bahwa rata-rata jumlah penumpang harian dari Teman Bus adalah 5.500 penumpang. Sementara itu, rute yang paling ramai adalah K1B, atau Sentral Parkir Kuta – Terminal Pesiapan, pp.
Keterangan dari Budi Prihantara, mengelola Teman Bus tentu bukan tanpa tantangan. Sejauh ini, menurut keterangannya, kesadaran pengendara lain terkait layanan Teman Bus menurutnya masih kurang.
“Banyak kejadian tabrak belakang saat di titik henti,” ungkapnya.
Dia mengakui bahwa titik henti atau halte dari Teman Bus masih kurang aman dan nyaman. Kedepannya ini menjadi bahan evaluasi bagi dirinya dan operasional bus secara keseluruhan.
Untuk masalah ketidaknyamanan penumpang misalnya terkait keterlambatan, dia menegaskan bahwa pengemudi bus telah diberikan briefing untuk mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dari Teman Bus itu sendiri.
Budi Prihantara juga menegaskan bahwa pihaknya terus melakukan peningkatan agar para penumpang puas dengan pelayanan dari Teman Bus. Beberapa hal yang telah dilakukan diantaranya adalah dengan selalu berkomunikasi dan berkoordinasi dengan instansi terkait masalah infrastruktur Layanan Teman Bus. Selain itu, di internalnya sendiri, dia melakukan pembinaan rutin kepada seluruh tim operasional Layanan Teman Bus.
Masa Depan dan Harapan bagi Transportasi Umum di Bali
Mengenai masa depan transportasi umum di Bali, Sang Ayu mengatakan bahwa hal ini tergantung kebijakan pemerintah. Baginya, transportasi umum seperti kepentingan publik lainnya memang tidak bisa dijadikan bisnis. Kurangnya minat penggunaan transportasi umum di Denpasar hari ini menurutnya karena rute yang terbatas dan rute yang kurang efisien.
Dirinya berharap, penggunaan transportasi massal di Bali semakin masif. Selain itu, penggunaan kendaraan umum menurutnya bisa mengurangi kemacetan dan polusi udara.
“Dan saya harap pemerintah pusat berkomitmen untuk terus mensubsidi transportasi publik,” dambanya.
Terkait kurangnya titik henti dan jangkauan Teman Bus, Manajer Teman Bus Bali, Budi Prihantara memberikan pernyataan bahwa saat ini sedang dilakukan proses kajian oleh Dinas Perhubungan Provinsi Bali untuk menambah rute dan lintasan ke area Nusa Dua.
“Ke depan juga ada program dari Pemerintah Provinsi Bali untuk.menggalakkan penggunaan Layanan Angkutan Umum,” harapnya.
Sebagai pengguna rutin transportasi umum, Arsana bercerita bahwa dia mendapatkan pelayanan yang mendukung. Sebagai penyandang disabilitas, dia mengatakan selama ini cenderung mendapatkan pengalaman yang baik. Dia hanya berharap, tidak ada diskriminasi antar penumpang satu dengan yang lain.
Ke depan, dirinya berharap, pelayanan transportasi umum atau transportasi publik membaik. Dirinya menggarisbawahi agar di masa depan, pengelola bisa membangun halte yang lebih layak. Dia juga berharap titik henti atau halte dibuat sedemikian rupa agar ramah bagi penyandang disabilitas.
“Bagi pemerintah dan perusahan jasa transportasi ini, rasa terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan telah mengadakan transportasi publik yang sangat mendukung mobilitas kami,” ucapnya.