28 April 2023 lalu Balebengong melalui fitur Twitter Space mengadakan perbincangan bertajuk pekerjaan-pekerjaan masa depan di Bali dan persaingannya dengan ekspatriat. Perbincangan ini dilakukan bersama Dwi Ermayanthi selaku ketua Ubud Writers and Readers Festival dan Astika Pande dari ITB STIKOM Bali.
Pembukaan kegiatan ini dipandu oleh Iin Valentine dari Balebengong yang menyampaikan bahwa bincang santai merupakan bagian dari rangkaian acara menuju malam puncak Anugerah Jurnalisme Warga (AJW) pada 24 Juni 2023. Diawali dengan pemaparan data dari BPS tahun 2022 yang memperlihatkan minimnya pertumbuhan ekonomi bahkan mengalami defisit hingga menyentuh angka -1,2 % di Bali pada sektor pertanian dan peternakan.
Kemudian disusul oleh pertumbuhan di Industri Makanan dan Minuman sebesar 6,38 %, Industri Kayu dan Gabus Anyaman Bambu Rotan dan sejenisnya 7,93%, Pertambangan dan Penggalian 4,6 %, Tenaga Listrik 16,2 %, Perjalanan dan Transportasi 21,55 %, selanjutnya untuk Akomodasi Makanan dan Minuman 13,84 %, dan Jasa Keuangan, yang terakhir Asuransi berada di angka 8,10 %.
Berdasarkan data tersebut ,kemudian muncul sebuah pertanyaan, bagaimana kondisi lapangan pekerjaan masa depan di Bali dan persaingannya dengan ekspatriat?
Pernyataan menarik disampaikan Dwi Ermayanthi bahwa topik ini sudah bercokol di dalam pikirannya sejak lama dan merasa sudah saatnya orang Bali merasa jengah atas kondisi ini. “ketika mendengar topik ini mau dibahas sama Balebengong sebetulnya yang saya rasakan gitu jengah gitu ya sebetulnya. Di satu sisi, jengah dalam artian bukan negatif ya. Maksudnya saya lihat jengah di sini tuh kayak sesuatu yang satu sisi kayak ingin fight gitu sebagai orang Bali dan juga sekaligus sebetulnya excited gitu. Bahwa sebenarnya opportunity di luar sana itu sangat banyak gitu. Dan bahwa nak Bali itu harus buka mata gitu. Bahwa di luar sana tuh banyak sekali kesempatan kalau mau. Kita kalau mau lihat dan mau cari gitu,” ungkap perempuan yang juga kerap disapa Erma ini.
Di sisi lain, persaingan dengan ekspatriat adalah satu hal yang belum disadari oleh orang Bali sendiri sehingga tidak timbul keresahan akibat dari hadirnya orang-orang luar yang berusaha untuk membuka lapangan pekerjaan bahkan ikut mencari kerja di Bali. Kenapa hal ini dapat terjadi?
“Karena teknologi, ya pertumbuhan dari sektor teknologi itu sendiri, lebih lebih di situ sih sebenarnya. Makannya kan banyak juga apa namanya tuh perusahaan-perusahaan teknologi juga yang tumbuh pesat juga, membuka juga di Indonesia sampai ke daerah-daerah gitu,” pungkas Astika Pande memaparkan terkait persaingan yang muncul dikarenakan ada lapangan pekerjaan yang sedang bertumbuh.
Seseorang yang kerap disapa Pande ini juga turut mendorong agar orang Bali lebih menimbulkan kembali keresahan akibat dari hadirnya persaingan dengan ekspatriat merupakah suatu hal yang harus ditumbuhkan dan diimbangi juga dengan peningkatan potensi diri.
Dari perbincangan ini kemudian didapatkan peningkatan potensi diri dapat dilakukan dengan memanfaatkan “privilege” yang dimiliki orang Bali dalam hal pariwisata, dimana banyak mendatangkan orang luar sehingga muncul begitu banyak budaya, wawasan yang dapat dipelajari. “Itu tuh sebetulnya opportunity gitu bagi kita untuk orang bali itu untuk melihat apa sih yang orang luar tuh? Mereka itu ngapain sih gitu?,” tutur Erma membayangkan saat dirinya pernah bekerja bersama ekspatriat.
Selain itu, disampaikan pula orang Bali harus lebih meningkatkan rasa percaya dirinya dalam eksplorasi pengalaman pribadi, etos kerja sampai dengan lebih mau untuk meningkatkan skill komunikasi hingga merubah budaya “santai” dan tidak mau ribet.
Namun, apakah benar jika peningkatan-peningkatan potensi diri dilakukan, persaingan dengan ekspatriat akan menjadi lebih mudah?