Pikiran saya tergelitik sejak awal menontonnya.
Video yang diunggah @PunapiBali Rabu malam (26/10) kemarin memang menggelitik pikiran. Bagaimana tidak? Video itu memperlihatkan bahwa dari 4,7 Juta, 64 persen PNS, kemampuannya hanya sebagai juru ketik?
Emejing..
Kalimat berikut yang tampil adalah ‘dengan kemampuan terbatas itu mereka bingung mengerjakan apa di kantor..’
Sangat Emejing…
Tapi kenapa baru nyadar sekarang ya? Padahal kalau menurut pandangan saya pribadi, hal ini sudah berlangsung sejak lama. Dari zaman saya berstatus baru jadi PNS, semua pertanyaan itu sudah berkeliaran di kepala. “Serius nih, kemampuan kawan-kawan seruangan hanya segini?”
Sementara saya masih ingat. Seminggu sebelum diminta ngantor pertama kali, saya sudah menyiapkan diri untuk tidak gugup bekerja sebagai abdi negara.
Jika saja blog dan media sosial sudah menjadi tren saat itu, saya yakin status atau postingan keresahan saya sebelum menghadapi hari jadi tersebut akan bisa dibaca kembali hari ini.
Ya, saya kecele…
Ini terjadi gegara saya terbiasa bekerja disiplin dengan orang di sejumlah perusahaan konsultan setelah kuliah hingga dinyatakan diterima sebagai PNS pada 2003 lalu.
Owh enggak. Tulisan ini bukan untuk membangga-banggakan bagaimana perjalanan saya menjadi seorang PNS yang saya sendiri meyakini, tidak masuk dalam prosentase 64 di atas. Meskipun jika boleh dikatakan, kemampuan saya sejauh ini pun masih sangat terbatas jika disandingkan dengan sejumlah kawan yang kini kerap saya ajak berinteraksi di komunitas ataupun sosial media. Saya akui kok.
Tapi apa yang disampaikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) RB Asman Abnur itu memang benar adanya.
Katakanlah di posisi saya saat ini. Memiliki sejumlah staf yang berasal dari berbagai jenjang pendidikan. Seperempatnya bisa dikatakan ya memang secara kemampuan hanya juru ketik. Tidak mampu menganalisis, membuat konsep surat ataupun notulen rapat sekalipun. Bahkan seperempatnya lagi tidak bisa mengetik.
Emejing kan?
Sementara saat saya masuk ke ruangan besar di pojokan barat lantai dua gedung lama, sebagian di antara kami seingat saya malah punya rutinitas membaca koran pagi, membolakbalikkan semua halaman hingga siang, lalu ngeloyor entah ke mana.
Dan itu fakta.
Maka ya ndak heran kalau di antara kami yang dijejali berbagai macam pekerjaan, tugas dan lainnya oleh pimpinan, sempat merasakan bahwa ‘mereka yang berusaha rajin bekerja ya akan terus diberikan pekerjaan, sementara yang malas ya dibiarkan. Tidak ada upaya meningkatkan kompetensi atau kemampuan, baik dari atasan apalagi dari dirinya sendiri
Nyaris tidak ada sanksi atau ancaman pemecatan karena secara aturan terkait disiplin pegawai ya memang tergolong masih longgar.
Akan tetapi belajar dari pengalaman semenjak jadi PNS, membuat saya selalu berupaya untuk mengatur mereka yang terpantau memiliki keterbatasan kemampuan sebagaimana cerita di atas. Meski tak sempurna, minimal staf yang saya miliki tak sampai duduk diam dari pagi hingga sore, apalagi sampai berhari-hari.
Untuk mereka yang tak mampu mengoperasikan komputer, saya berikan tugas pengawasan lapangan secara rutin. Mereka juga melaporkan hal-hal yang sekiranya dianggap penting atau tidak dapat diselesaikan permasalahannya di lapangan melalui akun BBM atau Whatsapp.
Ada juga yang ditugaskan untuk pencatatan administrasi manual yang hingga kini masih digunakan dalam alur kerja birokrasi. Sementara bagi mereka yang kemampuannya hanya sebatas juru ketik, saya tinggal memberikan konsep dokumen, menugaskan mereka bekerja dan selalu melakukan koreksi saat selesai dikerjakan. Agak repot sih sebenarnya.
‘Ada PNS jago gosok batu akik tapi tak bisa ngetik…’ kata Pak Ahok, masih dalam video yang sama.
Ya memang tidak heran. Sebagaimana seringkali saya ungkapkan dalam postingan blog terkait kinerja kami, para PNS yang posisinya diidam-idamkan banyak orang.
Justru itu baru satu tipe yang spesifik. Jika saja kalian menyadari ada banyak ragam tipe PNS di luar itu, mungkin ndak hanya caci maki yang saya dapatkan secara pribadi hanya lantaran kalian mengeneralisir bahwa keberadaan kami sama semua. Dari tipe yang ngulik rumus matematika ‘Togel’, baca koran seharian tadi, omong doang tapi ndak mau bantuin kerja, hingga calo perijinan.
Dan ada juga tipe yang nyambi jualan, entah kain kebaya, cincin hingga ponsel kawe. Ah, itu mah biasa. Hanya saja memang tak terlihat secara kasat mata saat kalian mengunjungi kami ke ruangan. Percaya deh.
‘Dia (MenPAN) mengakui kompetensi PNS masih rendah…’
Ya begitulah adanya. Saya lihat, itu lebih banyak menjangkiti mereka yang kini sudah berusia 40-an tahun ke atas, dimana sudah mulai merasakan bahwa otak tak mampu lagi mengimbangi kemajuan teknologi yang kini makin berkembang. Tapi kalo sebatas urusan nge-FaceBook atau nonton YouTube ya masih diupayakan lah. Hei, ini fakta Kawan.
Tapi ya, kenapa nyadarnya baru sekarang? [b]