Oleh Juni Antari dan Luh De Suriyani
Galeri seni diperkirakan juga akan memajang karya-karya seniman di semesta NFT. Bagaimana pengalaman seniman di Bali menjual karyanya dengan mata uang kripto?
Dalam bayangan awal Robert Vandal, NFT adalah aset digital, bisa gambar, foto, musik, berisikan sertifikat kepemilikan dan keaslian suatu barang. Tiap transaksi tercatat di blockchain dan bisa diketahui pemiliknya. Blockchain yang dikenalnya adalah polygon. Ia memulai tahap pertama dengan minting (listing atau posting karya) di pasar yang dia ikuti, Opensea. Setelah laku baru dipotong beberapa persen. Ia tidak persis tahu berapa potongannya.
Ia memilih Opensea karena marketnya dinilai lebih besar dan luas jangkauannya. Namun, dari pemantauannya tidak sedikit karya aneh-aneh misal jual foto ayam, makanan go food, KTP, dan lainnya. Robert sendiri melakukan penawaran karya dengan searching kata kunci seperti “buy NFT”, kemudian ada yang buat forum di Twitter Space dan minta ia presentasi.
Demikian cerita pengantar diskusi yang dihelat oleh Bali Blogger Community “Mengenal Gelembung NFT dan Pemainnya” pada 16 Januari 2022. Pemantiknya adalah seorang pegiat IT, Victor @ndaru dan seniman dari Buleleng @robert_vandal.
Victor mengingatkan tokenisasi karya NFT ini tak hanya barang seni. Sebenarnya secara prinsip bukan hal baru, karena token sudah digunakan sejak sebelum zaman uang kertas. Misalnya dalam proses barter, token itu berupa batu, lalu ditukar babi hutan di masa lalu.
Bedanya di NFT, satu token bukan lagi batu tapi mata uang kripto (cryptocurrency). Jenisnya banyak, Bitcoin, Ethereum Binance coin, Cardano, dan lainnya tergantung marketplace yang diikuti. Berbeda dengan mata uang konvensional yang dikelola bank sentral tiap negara. Mata uang kripto terdesentralisasi, terenkripsi, dan digital dalam teknologi blockchain. Bayangkan setidaknya ada 10 ribu mata uang kripto saat ini.
Dari pengalaman Victor, ekosistem dalam karya seni sebagai sebuah komoditas juga mirip seperti di dunia nyata, rantai pasoknya ada 4 simpul. Kreator, seniman yang buat karya, kedua kolektor/buyer, ketiga kurator/juru taksir, dan galeri tempat menaruh karya dan menentukan nilainya. Kadang kurator tidak punya galeri.
Dalam NFT, pembeli berkoordinasi satu sama lain, sepakat jual beli, lalu membuat selling pressure untuk penciptaan pasar. Teknologi blockchain tidak murah, perlu mesin validatornya. Misal Ethereum, bisa dicek di etherscan.io, layanan merujuk daftar mesin mining dan transaksi dalam etherium.
Situasi saat ini di Indonesia, orang-orang latah dan berlomba masuk NFT, menurut Victor mirip takut ketinggalan sesuatu atau fear of missing out (FOMO), terlepas apakah bikin karya atau tidak, dan coba-coba. “Bangun personal branding agar karya dikenal dulu,” sarannya.
Listing atau minting karya perlu biaya, karena itu di tahap awal pemilik karya harus aktif menawarkan karya, dan membangun komunikasi di grup-grup NFT dan media sosial.
Fenomena penjualan karya selfie itu menurutnya bagian dari hype NFT di Indonesia. Bisa diciptakan, mengalami proses flip atau jual beli dari pemilik kapital.
Teknologi blockchain dengan smart contract ini menurutnya akan bertahan karena teknologinya makin berkembang tapi tingkah laku pasar berubah. Misalnya market saat ini yang penuh dengan karya-karya random dan aneh, cepat atau lambat akan ada kurasinya.
Sejumlah jaringan antar pelaku NFT adalah MondayArt, NFT Indonesia, ID NFT, dan forum-forum discord. NFT juga pernah digunakan untuk fundraising, seniman melelang di twitter agar dapat kolektor, sekitar 70% penghasilan dimasukkan ke dompet kripto bersama.
Galeri NFT juga sudah bermunculan, misalnya di Bali ada Superlatif. Walau saat ini karya seniman masih lebih dipercaya fisiknya, tapi ini kesempatan untuk meluaskan jangkauan. Di masa depan, diperkirakan akan muncul galeri-galeri yang menggabungkan NFT dan fisik.
Superlative Gallery, Galeri NFT di Bali
Bisnis di kancah digital yang semakin berwarna. Copyright dan royalti menjadi persoalan serius di kalangan seniman. Sistem penggunaan karya seni yang kurang diperhatikan dan dihargai di Indonesia menjadi keresahan para pelakunya untuk memperjuangkan kesejahteraan haknya lebih baik. NFT diyakini hadir menjadi solusi alternatif keresahan para seniman ini.
Transaksi dalam dunia NFT bisa terjadi sendiri maupun kolektif. Namun seluruh aktivitasnya berlangsung secara online. Ruang baru muncul dari projek kolektif NFT bernama Superlative. Kumpulan para seniman yang sudah sejak 2021 berinteraksi dan bertransaksi secara daring, satu persatu mewujudkan mimpi komunitasnya untuk hadir di dunia nyata.
Superlative hadir dalam bentuk galeri yang dilaunching awal tahun 2022 lalu. Awalnya Superlative merupakan project kolektif NFT yang menghasilkan 11.110 gambar. Transaksi penjualan di Superlative memiliki rotmap-nya sendiri.
Salah satu yang ditawarkan ke para pembelinya adalah dengan membuat galeri di Bali. NFT space dasarnya memang komunitas. Rata-rata komunitas itu berkomunikasi di twitter dan discord.
“Dengan adanya superlative gallery artinya kita sudah membuat wadah di riil world, ya. Jadi mereka kalau tertarik dan ingin tahu lebih tentang NFT bisa datang langsung aja ke gallery,” jelas Adam Adha salah satu pendiri Superlative Gallery.
Selain membawa misi untuk mendekatkan para seniman, Superlative Gallery juga ruang belajar tentang seluk beluk NFT. Jadi Superlative hadir memang buat galeri untuk mewadahi seniman-seniman lokal yang ada di bali buat terjun bareng-bareng ke NFT. Biar mereka punya kesempatan yang sama di NFT space. “Agar karya-karyanya itu bisa dikenal lebih luas lagi di ranah global karena kebanyakan antusias NFT Itu mayoritas dari luar negeri,” lanjut Adam.
Akan ada agenda semacam workshop untuk mengedukasi dan mengajarkan mereka berminat ke NFT space. Bisa diajarkan step by stepnya. Mereka bisa memperjualbelikan karyanya di NFT.
Mereka memilih Bali sebagai lokasi galeri karena kebanyakan komunitas berasal dari negara lain seperti Amerika Serikat.
“Jadi kita merasa Bali jadi tempat yang cocok buat komunitas kami. Jadi istilahnya NFT x tourism,” tambah Adam.
Sudah banyak seniman Indonesia yang bergabung dan membawa karyanya ke NFT. Seniman dari Bali juga ada. Misalnya seperti Rakajana. “Dia buat project balivers sama kayak konsep Superlative,” katanya.
Rata-rata seniman atau artis di NFT ada solo dan tim. Kalau solo mereka langsung mejual-beli karyanya sendiri. Mereka membuat komunitasnya sendiri. Kalau tim, seperti Superlative. Dari 250 karya, di-generate jadi 11 ribuan. “Nanti kita jual harganya rata. Seperti waktu itu Superlative jual 0.0709 eterium. Itu kita berhasil menjual 11.110 art dalam 2 kali penjualan,” Adam memaparkan.
Padatnya traffic transaksi menginisiatif Adam dan teman-temannya untuk membuka dua jalur transaksi. Pertama melalui pre-sale dan public sale. “Tidak ada perbedaan harga. Kalau sudah ada yang membeli jalur pre-sale, kita akan umumkan sehingga yang lain gak bisa beli. Karena pembelian pre-sale itu sudah terdaftar.”
Kalau beli jalur publik, rebutan. Apabila traffic transaksinya padat, maka harga pajaknya bisa tinggi. Belum lagi jika ada persoalan koneksi internet yang tidak bagus saat transaksi. Sering terjadi ketika sudah melakukan pembayaran jika internet tidak stabil, transaksinya bisa nyangkut. Transaksinya bisa keduluan orang lain. Pembayaran sudah terjadi, tapi karya yang mau dibeli sudah diambil orang. Itu konsekuensinya bertransaksi di public sale.
Namun di jalur presale, ada banyak ketentuannya. Pembeli harus mengikuti persyaratan yang dibuat. Masing-masing project punya caranya sendiri. Di NFT tidak ada regulasi kaku. Tiap project punya ketentuan masing-masing. Bagaimana komunitas loyal sama project, dan bagaimana cara interaksi satu sama lain adalah karakteristik masing-masing komunitas.
“Yang gabung di discord Superlative ada 17ribu. 5959 member punya art superlative dari 11.110 karya. Ada 1 orang yg punya 91 gambarnya Superlative,” papar Adam.
Setiap pemegang gambar Superlative akan mendapatkan id. Jadi yang membeli berhak buat menggunakan gambar itu ke dalam bentuk apapun. Contoh ada yang bawa gambar ke bentuk kemasan. Semua transaksi gambar di Opensea untuk menelusuri siapa pemilik, pembeli dan berapa royaltinya. Misalnya pembeli pertama akan menjual ke mana, pemilik bisa melihatnya.
Keberhasilan bisnis di dunia NFT ini dipengaruhi kondisi discord. “Yang harus ramai itu adalah di discord dan apa inovasi-inovasi baru yang meningkatkan nilai. Disetiap project kenapa harganya semakin tinggi karena inovasinya itu tidak pernah habis,” jelas Adam.
Membuat galeri adalah janji komunitas. Sekarang ketika sudah terbentuk, ada inovasi ke depan yang harus dikembangkan. Selanjutnya rencana-rencana Superlative dan komunitas adalah membuat pop up gallery. Jadi akan tur ke berbagai negara.
Yang buat karya di NFT bernilai tinggi adalah komunitasnya yang solid. Mereka akan saling menjaga nilai dari karya. Berikutnya, tim project yang guyub dan transparan dengan komunitasnya.
Melibatkan komunitas untuk menentukan jalannya ke depan. Begitu juga untuk mengembangkan inovasi.
Strategi Adam untuk menjaga tim yang solid, harus ada transparansi. Misalnya dari hal kecil dalam tim. Apabila ada tim yang mau anonimus, mereka tidak mau dikenal itu bisa mempengaruhi kepercayaan komunitas. Ketika pembeli akan membeli gambar akan bingung siapa timnya, background-nya darimana.
Karakteristik karya artis Superlative adalah doodle, yang akhirnya terbentuk karakter makhluk-makhluk Multiverse. Gambar-gambarnya merepresentasikan gambar antitrend. Tidak merepresenasikan robot atau anime, sehingga itu menjadi pembeda.
Belum ada seniman bali yang tergabung di superlative. Namun, kebanyakan sudah mulai peduli sama NFT. “Waktu buka galeri di sini, ada yang datang mulai nanya-nanya tentang cara kerja NFT. Antusias seniman sudah mulai ada kepedulian terhadap NFT. Sembari kita ngenalin tentang NFT itu apa sih ke banyak orang. Sejak dibuka galeri ini seniman lokal antusias buat lebih tahu tentang NFT apa aja, nyari tahu tentang Superlative,” ingat Adam.
Perjalanan dunia NFT yang serba online itu diatur berdasarkan kesepakatan kelompok atau komunitas. Tak ada perlindungan hukum yang menjamin resiko apabila terjadi kecurangan dalam bertransaksi. Regulasinya yang menaungi secara hukum tidak ada. Semua ketentuan ditentukan oleh masing-masing komunitas atas kesepakatan komunitasnya. Karena dari komunitas untuk komunitas.
Alasan Adam dan tim superlative mendorong seniman menggunakan NFT untuk membawa hidup seniman lebih sejahtera. Di NFT karyanya dikenal oleh khalayak lebih luas. Bisa menjangkau market lebih luas. sehingga bisa lebih menyadarkan para pembeli kalau karya seni itu punya nilai yang besar apalagi kalau ada di dalam NFT itu.
“Di NFT itu kita bisa mengatasi persoalan copyright dan royalti. Jadi setiap pelaku seniman konvensional itu bisa masuk NFT, art-nya bisa dapat royalti terus di setiap pembelian. Kalau persoalan copyright, di setiap karya di NFT punya nomer seri yang menentukan keaslian dari gambarnya,” paparnya.
Jadi tidak semata-mata orang bisa screen-shoot gambar lalu dijual. Semua terhubung di blockchain. “Kalau ada yang skrinsyut gambar milik orang lain lalu saya menjual karya itu, berarti saya sudah melanggar etik. Kemudian keaslian dan kepemilikannya itu bisa dicek. Kasus ini mulai banyak bermunculan seperti scam-scam gitu. Memanfaatkan peluang,” ingat Adam.
Boleh saya kursus belajar menjalankan NFT, bayarnya berapa bos, dari dari Pejeng Tampaksiring, Ginyar,